Riak Riak Peradaban

- 06 Maret 2025 14:48
Akademisi / Pegiat Guru Nanjung Desa, Yoyon Suryono (Potret : Tangkapan Layar/Pustakawarta.com)
Ragam Opini, Pustakawarta.com - Pemutusan hubungan kerja menyentak kita, besar-besaran. Nilai uang rupiah menurun anjlog, rakyat miskin dan kelompok elit makin lebar kesenjangannya. Kemiskinan masih (ter) dipelihara, pengangguran dan lapangan kerja merayap naik, kelas menengah turun, daya beli melemah, kekayaan kelompok tajir meningkat drastis, pengusaha, pejabat, dan politisi penikmat harta berkah oligarki.
Terserah Anda apakah masa depan kita benderang apa gulita? Tergantung posisi dan cara pandang Anda sendiri. Eeh, biasanya tergantung kecipratan atau tidak, kan? Riak Peradaban 1: gelap atau terang berlampu nilai uang. Sorry brother.
Investasi tumbuh pesat.Pembangunan infrasruktur ekonomi jangan diragukan merajalela: jalan tol, bandara, pelabuan; listrik berenergi terbarukan, pabrik, jaringan komunikasi digital, kawasan khusus ekonomi, serupa kawasan industri dan hunian eksklusif menghiasi kota, tanah berubah jadi hamparan cerobong asap dan aneka tempat hiburan beraroma maksiat, tengoklah misalnya hunian sepanjang pantai utara banyak yang disulap.
Semula kawasan kumuh kini kawasan elit. Di desa sawah sawah pun beralih jadi kawasan pabrik dan hunian walau sekelas "btn". Memang ada janji pemerintah untuk membangun rumah layak huni bagi kelompok rentan miskin, kelompok yang merasakan pahitnya pembangunan, kelompok terpirggirkan yang tidak bisa berteriak keras atas ketidakadilan: diancam, diintimidasi, dan digusur merupakan pakaian kesehariannya.
Masih ingatkah kawan pembagian sertifikat tanah gratis bagi rakyat? Seberapa banyak?
Sebandingkah dengan pembagian tanah untuk perkebunan dan belum lama ini untuk pertambangan dengan alih fungsi hutan lindung yang beribu hektar, bahkan fasilitas super mewah bagi yang bersedia membiayai istana kerajaan limited edition dengan insentif hak tanah dan potongan pajak? Rakyat diam, bisu, terhipnotis sembako.
Terus beginikah bangsa ini? Bukan rakyat tidak dapat berfikir cerdas, kritis, dan vokal?Tapi bisa jadi terbius memori kolektif: manut sama yang empunya kuasa dan yang penting bisa makan. Sabdo pandito titisan, eeh ratu. Riak Peradaban 2: kuasa lupa daratan. Pencitraan nomor wahid.
Ekonomi terbuka, serupa liberalisme, tidak anti investasi dari manapun: Tiongkok, Amerika, Jepang, Korea, Singapur dan banyak negara investor lainnya.
Masalahnya investasi itu dalam skema seperti apa? Konon hutang luar negeri kita untuk investasi makin menggunung walau selalu dibantah hutang kita masih aman. Aman gimana? Hutang sekecil apapun ya tidak aman, nDuk.
Bijaksana kalau berfikir dengan kearifan kokal, bukan teori barat yang kapitalis itu. Moga moga banyak anmud kita belajar ekonomi tidak ke barat. dan tidak mentang mentang lulusan Amrik, umpamanya.
Yu kita lihat apkah investasi dengan uang bergunung gunung itu berhasil atau tidak? Jangan baper, santai saja, bagi kita gak perlu banyak teori ekonomi mikro dan makro juga teori finansial dan moneter.Lihat sikon saja yang kasat mata agar kita mampu juga bertoleransi pada wong cilik yang selalu dininabobokan dengan sembako.
Pertumbuhan ekonomi masih bagus dikisaran 5%. Namun mengapa obyek pajak makin melebar: apa-apa dipajakin, ppn pun jadi 12% yang janjinya hanya untuk barang mewah, eeeh belanja sabun cuci dan minyakgorengpun dippn itu, tidak sekedar parfum sekelas Bulgari asli atau jam tangan phatek philips? Kados pundi Romo? Riak Peradaban 3: manunggaling kawula investor. (*)
Bagikan Berita
Untuk Menambahkan Ulasan Berita, Anda Harus Login Terlebih Dahulu