PDIP Majalengka Geruduk Pengadilan, Protes Putusan Pemecatan Kader

- 19 Juni 2025 00:59 8 Dilihat
PDIP Majalengka Saat Menggeruduk Pengadilan Negeri, Senin (16/6) (Potret : Tangkapan Layar/Pustakawarta.com)
Majalengka, Pustakawarta.com - Ratusan kader PDI Perjuangan (PDIP) Kabupaten Majalengka menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Pengadilan Negeri Majalengka pada Senin pagi (16/6).
Aksi ini merupakan bentuk protes atas putusan majelis hakim yang membatalkan pemecatan kader partai, Hamzah Nasyah.
Ketua DPC PDIP Majalengka, Karna Sobahi, mengecam keras keputusan pengadilan yang membatalkan surat keputusan pemecatan Hamzah oleh DPP PDIP.
Menurutnya, keputusan ini berpotensi memicu ketidakpastian hukum dan gejolak politik di daerah.
"Kami hadir di Pengadilan Negeri Majalengka Senin untuk memastikan aspirasi yang datang dari para kader Kabupaten Majalengka atas keputusan majelis hakim Majalengka yang membatalkan surat keputusan Ketua Umum DPP PDIP Perjuangan atas pemecatan saudara Hamzah, yang telah terbukti senyata nyatanya melanggar AD/ART, telah terbukti melanggar keputusan partai, telah terbukti mendukung pasangan yang tidak direkomendasikan oleh DPP PDIP Perjuangan, tapi oleh Pengadilan Negeri Majalengka dimenangkan," ungkap Karna.
DPC Pertanyakan Independensi Keputusan Hakim
Karna menyatakan bahwa fakta-fakta di persidangan seharusnya cukup menjadi dasar untuk menguatkan keputusan pemecatan. Ia mempertanyakan keputusan hakim yang menurutnya tidak sesuai dengan bukti dan pengakuan yang telah ada.
"Kami mempertanyakan ada apa dengan keputusan yang tidak berbanding lurus dengan fakta-fakta persidangan. Yang bersangkutan saya salah, tidak mendukung, saya ikut kampanye pasangan 01, sudah mengakui. Saksi-saksi pun menyatakan betul. Lantas apa lagi?" tambahnya.
Karna juga menegaskan bahwa meskipun nantinya putusan kasasi tidak berpihak kepada partai, Hamzah tetap bukan kader PDIP.
Ia menyebut bahwa keputusan pemecatan adalah hak prerogatif DPP dan tidak bisa dibatalkan oleh pengadilan.
"(Hamzah) sudah bukan (kader). Sebab gini, kemarin dari DPP, kalaupun dalam kasasi kalah, Hamzah tidak mungkin jadi anggota DPRD. Karena sudah dipecat," kata dia.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi 20 poin kelemahan dalam putusan hakim, dan siap melanjutkan langkah hukum.
“Langkah hukumnya kita melakukan kasasi. Kemudian kita akan laporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Pengawas,” tegas Karna.
Rencana Aksi Lanjutan dan Demonstrasi Massa
DPC PDIP Majalengka berencana menggelar aksi lanjutan pada 23 Juni, bertepatan dengan penyerahan memori kasasi ke Pengadilan Negeri Majalengka oleh DPP.
Aksi demonstrasi Senin kemarin dimulai dengan konvoi dari Kantor DPC PDIP menuju pengadilan. Sekitar 150 sepeda motor dan beberapa mobil ikut serta dalam rombongan.
Para peserta mengenakan atribut partai dan meski lokasi pengadilan dipenuhi massa, situasi tetap kondusif.
Aksi ini menjadi simbol perlawanan DPC PDIP terhadap keputusan yang dianggap melemahkan disiplin dan kewibawaan internal partai.
Pengadilan Negeri : Aspirasi Diterima, Hakim Independen
Menanggapi aksi tersebut, Pengadilan Negeri Majalengka menyatakan terbuka terhadap aspirasi masyarakat, termasuk dari DPC PDIP.
Hal ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara PN Majalengka, Solihin Nur Ramdhan.
"Hal tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Karena itu, kami menghormati dan menyambut baik segala bentuk aspirasi, termasuk dari PDI Perjuangan,” ujarnya.
Namun, Solihin menegaskan bahwa majelis hakim bekerja secara independen dan bebas dari tekanan pihak manapun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Pengadilan bekerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Majelis hakim yang mengadili perkara ini bebas dari intervensi, baik politik maupun non-politik,” tegasnya.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum, pihak pengadilan juga mengingatkan bahwa jalur kasasi tetap terbuka sebagai upaya hukum yang sah.
“Silakan menempuh jalur kasasi karena itu merupakan hak konstitusional yang dilindungi undang-undang. Tentu saja, semua proses administrasi harus dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Solihin.
Ia juga menyampaikan bahwa rasa kecewa terhadap suatu putusan adalah hal yang wajar, namun supremasi hukum tetap harus dijunjung tinggi.
“Kekecewaan dalam proses hukum adalah hal yang wajar. Namun kami tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan supremasi hukum,” pungkasnya.(*)
Bagikan Berita
Untuk Menambahkan Ulasan Berita, Anda Harus Login Terlebih Dahulu