Iman Sabumi : Suara Musisi, Hiburan Sekaligus Pengingat - Jangan Takut!

- 23 Februari 2025 20:14
Musisi Balada Majalengka, Iman Sabumi Saat di Atas Panggung (Potret : Jilly Ortega/Pustakawarta.com)
Majalengka, Pustakawarta.com - Musik bukan sekadar hiburan. Ia juga bisa menjadi gema suara rakyat, denyut nadi perlawanan, dan saksi bisu ketidakadilan. Dalam setiap bait dan melodi, terkandung pesan-pesan yang mampu menggugah hati, membangkitkan kesadaran, serta mengingatkan mereka yang berkuasa agar tidak tuli terhadap realitas sosial yang terjadi.
Di tangan para musisi, nada menjadi senjata, dan lirik menjadi manifesto. Tidak seharusnya pemerintah merasa terancam oleh kritik yang disampaikan melalui musik, sebab seni bukan ancaman, melainkan cerminan kondisi nyata yang membutuhkan perhatian dan solusi.
Justru, alergi terhadap kritik yang diungkap lewat seni menunjukkan kegagalan dalam memahami bahwa suara rakyat adalah suara yang tidak bisa dibungkam.
Salah satu contoh nyata adalah lagu "Bayar Bayar Bayar" dari band Sukatani yang menjadi viral karena berani menyentuh isu sensitif seperti penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan hukum.
Lagu ini dianggap berbicara tentang kegelisahan rakyat dengan cara yang lugas dan tajam.
Terlebih, banyak yang menganggap klarifikasi para personelnya yang justru terkesan dipaksakan, menimbulkan kecurigaan serta memancing perdebatan di berbagai kalangan.
Iman Sabumi, musisi balada asal Majalengka yang telah menciptakan lebih dari 100 lagu, menegaskan bahwa musisi memiliki peran yang lebih luas daripada sekadar menghibur.
Ia percaya bahwa lirik lagu dengan pesan moral harus lebih banyak dihadirkan demi membangun kepekaan dan kesadaran sosial.
"Saya pikir keberadaan musisi, seperti di masa-masa lalu, ada di mana-mana untuk menghibur siapa saja. Namun, di samping itu, musisi tidak hanya sebagai penghibur, tetapi juga sebagai pengingat. Oleh karena itu, lirik-lirik yang punya pesan moral harus lebih banyak lagi dibuat," ungkapnya kepada Pustakawarta.
Menurutnya, lagu yang bernilai kritik seharusnya diterima dengan lapang dada, bukan direspons dengan penolakan atau tekanan.
"Jangan alergi dengan suara-suara yang dilantunkan oleh para musisi, karena itu adalah pesan yang harus diterima dengan lapang dada," tegasnya.
Iman menilai bahwa seni adalah media ekspresi yang sah, dan pemerintah harus lebih terbuka dalam menerima kritik yang datang dari para musisi. Bukan dengan membungkam atau menekan, tetapi dengan mendengarkan dan menanggapi secara bijak.
"Saya menulis banyak lagu, ada sekitar 100-an lagu. Itu semua adalah pesan yang harus sampai kepada siapa saja, baik rakyat maupun pemerintah. Syukur-syukur pesan itu tidak hanya didengar, tetapi juga menjadi gerakan nyata," tambahnya.
Di tengah momentum pergantian kepala daerah, Iman kembali menegaskan bahwa lirik-lirik lagu yang bernuansa kritik bukanlah bentuk perlawanan semata, melainkan refleksi kegelisahan publik yang seharusnya dipahami dan ditindaklanjuti oleh pemangku kebijakan.
"Harapannya, pemerintahan sekarang jangan alergi terhadap lirik-lirik yang kami buat. Itu bukan serangan, melainkan pengingat. Yang jelas, tidak ada tendensi apa pun. Kami berkarya untuk mengingatkan siapa saja," tutupnya.
Musik adalah nyawa sebuah bangsa. Saat musik mulai dibungkam, saat itu pula kebebasan berekspresi terancam. Suara musisi adalah suara rakyat, dan ketika musik berbicara, itu pertanda ada sesuatu yang perlu didengar, dipahami dan diperbaiki. (*)
Bagikan Berita
Untuk Menambahkan Ulasan Berita, Anda Harus Login Terlebih Dahulu